“Kuputuskan Berhenti Sekolah Demi Adikku”
Pagi senin sekitar jam 06.30 aku
menuju ke teras rumah
mungilku , kupandangi anak-anak SMA seusia ku
yang sedang ingin berangkat ke sekolah “andai aku masih sekolah mungkin
aku akan berangkat ke sekolah bersama mereka” gumamku di dalam hati . “Kak
Puteri, kok masih disana ? kok belum siap-siap
jualan ?”, suara Dina adikku terdengar
keras di dekat telinga ku, dengan serantak menyadarkan ku dari lamunanku “eh kamu ngagetin aja, iya ini udah mau
siap-siap kok” jawabku dengan setengah kaget. “Kakak ngeliatin anak-anak SMA
itu ya?” Tanya Dina kepadaku, “e e enggak kok” jawabku gugup “maafin Dina ya
kak, gara-gara Dina kakak jadi enggak sekolah” ujar Dina sambil memegang
tanganku , ‘ah kamu apa-apaan sih, itukan memang sudah menjadi keputusan kakak
jadi kamu enggak perlu minta maaf, ini
udah jam berapa ? berangkat sana
gih” ucapku sambil tersenyum padanya,”yaudah kak, Dina berangkat dulu ya kak”
Dina pun berangkat ke sekolah.
Kami berasal dari keluarga yang tidak mampu.
Ibuku seorang penjual keripik
keliling, dan ayahku sudah meninggal 2 tahun silam akibat penyakit yang
dideritanya, dulu ayahku seorang
supir angkot. Semenjak ayah
ku meninggal keuangan keluarga kami semakin menipis, melihat itu semua
aku pun memutuskan untuk berhenti sekolah
dan menyuruh agar Dina saja yang sekolah, jika aku masih sekolah sekarang aku berada di kelas 2 SMA,
sebagai anak pertama aku harus dewasa karna aku tahu penghasilan emak sangat
tidak seimbang dengan semua kebutuhan
keluarga kami, untuk makan dan membayar biaya sekolah Dina,
emak pun harus utang sana dan sini. Untuk uang tambahan aku membantu emak menjual es keliling di sekitar stasiun kereta
api, untuk menuju ke stasiun kereta api tersebut tiap hari aku harus berjalan 1km
dulu baru aku tiba di sana.
Kami hanya mempunyai 1 alat transportasi yaitu sepeda butut itu pun dipakai untuk emak menjual keripik.
“emak, Puteri jualan dulu ya” aku pun pamit
pada emak, “Put, maafin emak ya kamu tidak bisa menikmati masa remaja kamu seperti
anak-anak remaja seusia kamu” ujar emak , “ah bagi Puteri itu tidak penting mak, yang
penting keluarga kita rukun dan
senang Puteri sudah sangat senang kok mak” jawab ku pada emak, emak pun
langsung memelukku dan berkata “kamu memang anak yang baik put”, “itu sudah
menjadi kewajiban Puteri mak , yaudah Puteri berangkat dulu ya mak ”,
“hati-hati ya nak” ujar emak sambil melepaskan pelukannya.
Setelah berjalan 1km aku pun tiba di Stasiun Kereta Api tersebut, aku
pun segera keliling dan mendekati anak-anak kecil, karna biasanya anak-anak
kecil lah yang sering membeli es dagangan ku. Untung nya cuaca hari ini cukup
panas jadi es dagangan ku sangat laku dan terjual habis. Hasil penjualan es ku
hari ini 35.000 , karna waktu sudah menunjukkan pukul 12.30 aku pun segera
pulang. Setibanya aku di rumah aku pun segera sholat dzuhur dan setelah itu aku memberikan uang hasil
penjulan es ku tadi kepada emak “ini mak uang hasil penjualan es Puteri tadi
mungkin uang ini bisa dipakai untuk membeli buku sekolah Dina mak” ujar ku pada emak, “iya Put kebetulan
tadi Dina mintak uang pada emak untuk membeli buku sekolahnya” jawab emak pada
ku “yaudah, kita makan yuk mak” ajakku pada emak “maaf Put emak sudah makan
duluan bersama Dina tadi, karna penyakit magh emak tadi tiba-tiba kambuh” ucap
emak padaku, “oh tidak apa-apa mak, yaudah emak sekarang istirahat saja ke
kamar” jawabku pada emak “iya Put” emak pun menuju ke kamar yang biasa menjadi
tempat tidur kami bersama-sama, karena rumah kami yang sempit kami hanya
memiliki 1 buah kamar tidur.
Aku pun segera ke dapur dan makan , lauk tempe dan sambal terasi pun aku sudah
sangat lahap karna bagiku tempe dan sambal terasi tidaklah menjadi penghalang makan ku. Setelah
makan, aku pun menghidupkan radio yang biasa dipakai ayah ku ketika ia masih
hidup, tembang-tembang lawas dari radio itu pun sudah cukup menghibur diriku
Watch "Rambo" video | Vimeo
BalasHapusWatch "Rambo" video, free. 0:00. Download now. Watch. 0:00. Watch. 0:00. Watch Now. 0:00. Watch Now. 0:00. Watch youtube to mp3 converter reviews Now. 0:00. 0:00.